Website Ramah Difable KPU Kabupaten Bogor | KPU better | Bogor Electoral Technology Research | KPU Corner | Courses | News | Reviews

Publikasi

Opini

Seri #1 : Tata Kelola Pemilu   Daerah Pemilihan : Electoral Battlefield Dalam setiap kontestasi demokrasi, daerah pemilihan (Dapil) adalah unit geografis fundamental yang berfungsi sebagai medan pertarungan (electoral battlefield). Di sinilah suara pemilih dikonversi menjadi kursi di lembaga-lembaga politik di negara kita. Karena itu, desain, bentuk, dan populasi dari arena juang ini bukanlah sekadar urusan teknis-administratif, melainkan pula keputusan politik yang sangat krusial. Betapa tidak, sebuah medan pertarungan yang dirancang secara tidak adil akan menghasilkan pemenang yang tidak legitimate secara substansial. Berbagai pakar ilmu politik telah mengidentifikasi dua patologi utama dalam desain arena yang disebut “Dapil” atau Daerah Pemilihan ini, yakni malapportionment (ketimpangan nilai suara yang ekstrem) dan gerrymandering (manipulasi batas-batas Dapil secara partisan). Di Indonesia, kewenangan penataan Dapil ini diberikan kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang Independen. Di tingkat kabupaten/kota, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2022 hadir sebagai rules of engagement yang dirancang untuk menjinakkan medan pertarungan pada Pemilu DPRD Kabupaten/Kota. KPU RI menetapkan tujuh prinsip fundamental yang wajib dipatuhi oleh KPU Kabupaten/Kota, yang berfungsi sebagai Konteks untuk memastikan bahwa pertarungan elektoral berlangsung secara adil, setara, dan logis.   Konteks Keadilan Matematis Konteks pertama dan utama yang harus ditegakkan di medan pertarungan ini adalah keadilan matematis. Ini diatur oleh tiga prinsip yang saling mengunci. Pertama, adalah prinsip yang paling fundamental, yakni Prinsip Kesetaraan Nilai Suara. Ini adalah pengejawantahan langsung dari doktrin demokrasi universal One Person, One Vote, One Value (OPOVOV). Prinsip ini menuntut agar bobot suara seorang pemilih di satu Dapil (misalnya di Dapil 1) harus memiliki nilai yang kurang lebih sama dengan bobot suara pemilih di Dapil 2. Dalam praktiknya, ini berarti "harga" satu kursi—dihitung dari jumlah penduduk dibagi alokasi kursi—tidak boleh terlalu timpang antar-Dapil. Tujuannya adalah untuk memerangi malapportionment, di mana satu Dapil bisa jadi terlalu "murah" (penduduk sedikit, kursi banyak) sementara Dapil lain terlalu "mahal". Prinsip pertama tersebut dioperasionalisasikan oleh prinsip kedua, yakni Prinsip Proporsionalitas. Jika kesetaraan nilai suara adalah tujuannya, proporsionalitas adalah metodenya. Prinsip ini mengharuskan KPU Kabupaten/Kota untuk mendistribusikan alokasi kursi secara seimbang berdasarkan jumlah penduduk. Dapil yang populasinya lebih besar harus mendapatkan alokasi kursi yang lebih besar pula. Dilarang keras memberikan alokasi kursi yang sama untuk dua Dapil yang jumlah penduduknya terpaut jauh. Kedua prinsip di atas selanjutnya dibingkai oleh prinsip ketiga, yakni Prinsip Ketaatan pada Sistem Pemilu yang Proporsional. Sistem Pemilu di Indonesia tidak mengenal the winner-take-all. Indonesia menganut sistem proporsional yang dirancang untuk merepresentasikan keragaman. PKPU 6/2022 menegaskan ini dengan menetapkan bahwa setiap Dapil kabupaten/kota harus memiliki alokasi antara 3 hingga 12 kursi. Ini secara inheren membuat arena pertarungan lebih adil dan lebih sulit dimanipulasi oleh satu kekuatan politik yang dominan.   Konteks Integralitas Geografis Sebuah medan pertarungan politik yang adil membutuhkan batas-batas yang logis, tidak dimanipulasi, dan utuh tidak terpecah. Di sini terdapat dua prinsip geografis berperan. Pertama, Prinsip Integralitas Wilayah (Keutuhan Wilayah) adalah benteng utama melawan gerrymandering. Prinsip ini mensyaratkan bahwa wilayah Dapil harus utuh dan tersambung (kontigu). Kecamatan-kecamatan yang digabungkan harus saling bersinggungan. Dilarang membentuk Dapil yang "melompat". Misalnya, menggabungkan Kecamatan A dan Kecamatan C, sementara Kecamatan B yang berada di antaranya "dibuang" ke Dapil lain. Ini mencegah pembentukan Dapil berbentuk "salamander" yang aneh yang dirancang untuk memecah atau mengemas suara. Integralitas ini diperkuat olehprinsip kedua, yakni Prinsip Berada dalam Cakupan Wilayah yang Sama. Ini adalah prinsip yurisdiksi yang sederhana namun penting. Medan pertarungan untuk DPRD Kabupaten A harus 100% berada di dalam batas administrasi Kabupaten A. KPU tidak boleh "mencaplok" kecamatan dari kabupaten tetangga hanya untuk menyeimbangkan angka. Ini memastikan bahwa arena pertarungan memiliki koherensi administratif pada wilayah pemerintahan yang sama.   Konteks Sosial Budaya Sebagai medan tempur politik, dapil bukanlah sekadar angka dan garis di peta saja, melainkan  tempat di mana manusia hidup dengan sejarah, budaya, dan interaksi sosial yang kompleks. Pada Konteks Sosial ini, terdapat 2 prinsip yang wajib dipenuhi, yakni Kohesivitas dan Kesinambungan. Pertama, Prinsip Kohesivitas adalah pengakuan terhadap "medan humanis". Ia menuntut KPU Kabupaten/Kota untuk tidak sekadar menjumlahkan angka penduduk, tetapi juga mempertimbangkan community of interest (komunitas kepentingan). Apakah kecamatan-kecamatan yang digabung memiliki kesamaan sejarah, adat-istiadat, sosial-budaya, atau dipersatukan oleh infrastruktur (seperti jalur transportasi utama)? Prinsip ini mencegah penggabungan yang "memaksa" secara sosial. Misalnya, menggabungkan dua wilayah yang dipisahkan oleh pegunungan tanpa akses jalan, atau yang memiliki budaya yang sangat berbeda. Terakhir, Prinsip Kesinambungan memberikan stabilitas pada medan pertarungan. Arena kontestasi tidak boleh diubah-ubah seenaknya setiap lima tahun, karena ini akan membingungkan pemilih dan memutus representational linkage (mata rantai keterwakilan) antara pemilih dan wakilnya. Dapil pemilu sebelumnya harus dipertahankan, kecuali jika formasi tersebut sudah secara fundamental melanggar prinsip-prinsip lain yang lebih tinggi terutama Prinsip Kesetaraan Nilai Suara akibat pergeseran demografi yang drastis, atau terdapat proyeksi perubahan wilayah administrasi pemerintahan di masa yang akan datang.   Arena Pertarungan yang Beradab Tujuh prinsip dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2022 di atas bukanlah sekadar pedoman teknis menata Daerah Pemilihan semata, tetapi sebuah kerangka kerja filosofis yang komprehensif untuk menciptakan medan pertarungan elektoral yang berkeadilan baik dalam konteks teknikalitas matematis, konteks georgrafi, maupun social-budaya. Dengan mematuhi ketujuh prinsip ini secara ketat, KPU Kabupaten/Kota dapat memastikan bahwa Dapil yang dirancang bukanlah arena yang mudah untuk dilakukan kecurangan, melainkan sebuah medan pertarungan yang adil, beradab, dan konstitusional, di mana suara setiap warga negara benar-benar diperhitungkan secara setara. Namun demikian, berbicara tentang keadilan dan kesetaraan nilai suara dalam konteks disparitas jumlah penduduk antar Kabupaten/Kota di Indonesia sebagaimana diatur oleh Pasal 190 UU No. 7 Tahun 2017, apakah sudah memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan nilai suara? …   Bogor, 11 November 2025 A. Azhar Hidayatullah Sekretaris KPU Kabupaten Bogor